Begini Kesepakatan Kemenkum-Walkot Tangerang Terkait Sengketa Tanah

Begini Kesepakatan Kemenkum-Walkot Tangerang Terkait Sengketa Tanah


Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) dan Pemerintah Kota Tangerang bersepakat mencabut masing-masing laporan ke polisi. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyebut terdapat kesepakatan antara dua belah pihak yang dibuat dalam mediasi.

"Sudah ada kesepakatan tadi. Tentunya yang kurang saling dilengkapi, yang masih belum sempuran disempurnakan," ujar Sekjen Kemendagri Hadi Prabowo di Kantor Kemendagri, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (18/7/2019).

Selain itu, Hadi juga mengatakan akan ada pembahasan terkait penyerahan lahan yang dimiliki KemenkumHAM kepada Kota Tangerang. Menurutnya, pembahasan ini akan dilakukan bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Keuangan guna membahas fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos).

"Termasuk lahan-lahan KumHAM, ini ada yang belum diserahkan ke Kota Tangerang. Sehingga ini nanti kami fasilitasi dengan mengundang Kementerian PU terkait teknis bangunan, dan Kementerian Keuangan untuk fasos fasumnya agar diserahkan ke Pak wali Kota karena itu barang milik negara," ujar Hadi.


Hadi menjelaskan, sebelumnya terdapat perbedaan persepsi antara Menkum HAM Yasonna Laoly dan Wali Kota Tangerang Arief Wismansyah. Hadi mengatakan, Wali Kota Tangerang berpendapat terdapat hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan.

"Kesepakatannya tentunya inikan ada perbedaan persepsi, kalau kita lihat atas dasar tata ruang Perda nomor 6 tahun 2012 itu yang diperuntukan pemerintahan, perdagangan dan jasa memang tidak ada pelanggaran. Namun juga ada kisi-kisi yang diperhatikan itu adalah acuan dari Pak Wali Kota," kata Hadi.

Hadi mengatakan pada 16 Oktober 2018 terdapat kesepakatan bahwa Wali Kota Tangerang harus memberikan izin terkait pembangunan. Menurut Hadi, Wali Kota Tangerang berpendapat bahwa perizinan baru dapat dilakukan setelah adanya revisi Perda nomor 6 Tahun 2011.

"Kemudian sudah sejak 2011-2015 sudah ada kesepakatan terakhir tanggal 16 Oktober tahun 2018 di mana Pak Wali Kota juga harus memberikan perizinan. Namun Pak Wali Kota punya persepsi bahwa perizinan itu harus menunggu revisinya selesai," kata Hadi.

"Namun secara hukum dan perizinan itu tidak perlu menunggu, karena revisi itu prosesnya panjang. Evaluasi yang dilakukan Gubernur Banten juga harus survei lapangan, harus melihat pada kenyataan itukan proses yang lama. Sehingga harus menggunakan acuan yang ada," sambungnya.


Hadi menyebut, meski terdapat perbedaan paham namun keduanya tetap menyatu. Hal ini karena sesama pemerintah perlu mengedepankan pelayanan publik.

"Saling beradu kan kita jiawanya satu, kita inikan pemerintah hendaknya juga mengedepankan pelayanan publik. Karena pendidikan ke dalam itukan penting sekali," tuturnya.

Comments